Hikmah Puasa
  • Admin
  • 16 Juni 2016
  • 35 x

Sebagai muqaddimah pengajian, saya ingin memberikan pengantar tentang puasa dan hubungannya dengan keadaan sekarang. Insya Allah, mulai besok sore kita akan mulai pengajian kitab.

Puasa merupakan ibadah yang kuno, karena termasuk ibadah yang disyari’atkan jauh sebelum Nabi Muhammad SAW. Ada yang mengatakan mulai dari Nabi Ibrahim AS, dan ada yang berpendapat mulai dari Nabi Adam AS. Oleh karena itu di dalam Surat Al-Baqarah : 183 disebutkan:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”

Puasa berbeda dengan shalat. Shalat lima waktu dengan jumlah roka’at yang seperti itu, justru disyari’atkan setelah peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Sebelumnya, shalat itu berupa dzikir dan tahannuts (menyendiri dan dzikir kepada Allah SWT). Gaya shalat seperti yang kita pakai sekarang adalah semenjak peristiwa Isra’ Mi’raj. Ketika Nabi Muhammad SAW bertahannuts (menyendiri & merenung) di Gua Hira, beliau juga melakukan shalat, akan tetapi modelnya tidak seperti sekarang ini.

Semenjak dulu Allah SWT memerintahkan orang berpuasa. Artinya: Puasa itu merupakan kebutuhan manusia. Dan bentuknya sama seperti sekarang ini. Jadi, seluruh aspek kehidupan kita ini memerlukan puasa. Mari kita urut:

1. Fisik Dan Badan Kita Memerlukan Puasa Sebagai Stabilisator

Saya bukan dokter, mungkin kamu semua juga bukan dokter. Akan tetapi kita gampang melihat manfaat puasa. Misalnya; Kenapa orang yang akan diambil darahnya harus puasa dulu (bisa 9 jam atau 10 jam). Artinya; Dalam keadaan puasa, posisi darah itu menjadi stabil – tidak naik turun – sehingga bisa diukur. Akan tetapi kalau mengukur darah setelah seseorang makan sate, kira-kira darahnya itu akeh sundu’e, apalagi kalau satenya ora mbayar (gratis). Kalau santri ditanya, lauk apa yang paling nikmat? Jawabannya pasti; “Lauk yang tidak bayar (gratis). Contoh sederhana ini bisa dimengerti oleh orang awam.

Bagi orang yang mengerti betul tentang kesehatan, misalnya; dokter, maka dia akan mengerti betul kegunaan puasa itu. Pada umumnya, para dokter mengatakan; Semestinya puasa itu 1/8 tahun, jika seseorang mau sehat betul. Maka sangat masuk akal kalau kemudian disyari’atkan puasa-puasa sunnah untuk memberi ruang bagi puasa wajib (puasa Ramadhan) yang asalnya 1/12 tahun, meskipun sebenarnya menurut saya hanya 1/24 tahun, karena malamnya kita masih diperbolehkan untuk makan. Puasa yang bagus itu adalah 1/8 tahun, bukan 1/24 tahun. Oleh karena itu, puasa senin-kamis dan puasa sunnah lainnya juga berfungsi untuk membangun manusia secara fisik.

2. Pikiran Kita Memerlukan Puasa

Maksudnya; Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan, yaitu pikiran kita perlu istirahat dengan berpuasa. Jadi pikiran kita tidak boleh mengalami ketegangan yang melebihi 6 jam. Rasulullah SAW mengisyaratkan kalau kamu dalam keadaan gelisah atau tegang, maka berwudhu’-lah. Kalau masih tetap gelisah, maka shalatlah dua roka’at, dan kalau masih ada juga, maka berpuasalah. Puasa merupakan junnah (benteng/temeng). Jadi obat stress atau ketegangan pikiran adalah puasa. Pikiran memerlukan puasa untuk beberapa hal di bawah ini:

 Untuk istirahat

 Untuk mengendorkan ketegangan

 Untuk mengontrol kemauan pikiran.

Fungsi ketiga ini yang paling hebat. Apa jaminannya kalau orang pinter tidak merusak dengan kepintarannya. Contoh: Banyak sarjana hukum yang masuk hukuman.

Di Cengkareng saya salaman sama Rusdi (Kepala Kejaksaan Tinggi Jakarta) yang baru dipecat. Biasanya orang yang baru dipecat itu baik hati sama Kyai, tapi kalau sedang menjabat, mesetake luar biasa. Rusdi bercerita, kenapa dia dipecat?. Dia marah begitu rupa karena menurut dia, di Indonesia ini hukum sudah tidak ada. Saya bertanya: “Kenapa Bapak dipecat?”. Dia menjawab: “Saya dipecat karena dicurigai memberi tuntutan yang terlalu ringan terhadap kesalahan yang besar”. Saya bertanya lagi: “Apakah perbuatan itu salah atau tidak?”. Dia menjawab: “Ya salah, Kyai”. Saya berkomentar: “Kalau begitu Anda dipecat kan sudah benar”. Dia berkomentar lagi: “Tapi yang memecat saya itu lebih dahsyat jahatnya dari pada saya”. Saya jawab: “Kalau begitu, tunggu gilirannya dia dipecat oleh Allah SWT”. Rusdi bertanya: “Gimana ini Kyai, saya pening dan malu. Anak-anak saya menjadi korban di sekolah-sekolah karena dituduh anak koruptor”. Lalu saya provokasi dia: “Saya sendiri juga heran Pak Rusdi, Bapak kan pekerjaannya jaksa yang biasanya menuntut orang, sekarang kok dituntut”. “Kalau Bapak percaya kepada saya, Bapak puasa sajalah”.

Setelah itu saya bercerita bahwa puasa itu bisa mengendalikan pikiran orang. Jadi pikiran ini mempunyai muatan (content). Pinter, ahli hukum, ahli ekonomi, dsb. adalah content (isi) pikiran. Akan tetapi content ini nanti akan kita gerakkan ke arah yang baik atau ke arah yang buruk, kan tidak tergantung pada content itu sendiri, melainkan tergantung kepada nafsu dan gerakan pikiran. Nah, puasa itu berfungsi pada mekanisme pikiran, bukan pada contentnya. Jadi, jangan merasa kalau orang yang berpuasa itu bisa langsung pinter. Kalau demikian adanya, maka tutup saja sekolah-sekolah, cukup berpuasa saja. Puasa itu berfungsi mengendalikan ilmu (content) dan kemauan seseorang.

Setelah mendengarkan penjelasan saya, Rusdi manthuk-manthuk dan berkata: “Saya baru dengar tentang hal ini, Kyai”. Saya menjawab: “Lha kamu memang baru ngaji sekarang kok. Mestinya kamu bayar dong sama saya, apalagi Bapak minta foto sama saya lagi”. “Pak Rusdi, di Arofah itu kalau Bapak ingin berfoto dengan unta, maka harus bayar 5 Riyal, kalau sekarang sampeyan minta foto dengan saya, berani bayar berapa, masak cuma 6 Riyal, kalau begitu, berarti saya cuma 1 Riyal di atas unta dong”. “Sudahlah, Bapak berpuasa saja, karena tidak ada yang bisa mengobati. Siapa yang mau mengobati Bapak?. Ada orang yang mau memberi tahu Bapak, Bapak adalah tukang memberi tahu orang. Ada orang berpangkat ingin memberi tahu Bapak, Bapak sendiri adalah orang yang berpangkat. Dan tidak ada orang yang mau memarahi Bapak, karena Bapak biasa marah-marah dalam posisi sebagai Jaksa”.

Setelah itu saya disangoni, tapi jumlahnya rahasia. Saya tidak tahu apakah uang ini halal atau haram, namun uang ini saya gunakan untuk membeli beras untuk kamu semua. Kalau uang itu haram, biar haram bersama-sama. Jadi saya memakai money loundry melalui sedekah.

Rusdi juga bertanya kepada saya: “Pak Hasyim dari mana?”. Saya jawab: “Saya dari New York”. Dia bertanya: “Dengan siapa?”. Saya jawab: “Dengan ibu”. Dia bertanya lagi: “Apa Pak Hasyim naik yang kelas ekonomi dari New York, kenapa kok nggak yang first class?” Saya jawab: “Kenapa kok harus first class?. Sebenarnya begini. Kalau saya mau pergi ke Luar Negeri, pasti saya diberi VIP. Akan tetapi karena Ibunya anak-anak ini ingin ikut, karena kepingin tahu Amerika, maka saya harus naik yang kelas ekonomi. Gayanya orang perempuan kan begitu. Dia ingin pergi ke Amerika lalu cerita di kampung-kampung. Saya tidak mempunyai uang untuk biaya transportasi first class karena harganya mahal, dari Jakarta ke Bangkok, terus ke New York. Ongkos PP-nya adalah $ 4800 untuk kelas ekonomi, sedangkan kalau kelas VIP seharga $ 8900. Saya mendapat kelas VIP, lalu saya tukar dengan kelas ekonomi, untuk dua tiket bersama Ibu. Ndak ada ceritanya pejabat Indonesia mau bersikap seperti itu. Akhirnya saya jadi melorot ke ekonomy class”. Si Rusdi heran mendengarkan cerita saya. Selanjutnya saya berkata: “Solusi untuk Bapak cuma satu, yaitu puasa. Puasa akan menjadi nasehat sekaligus obat”.

Sama halnya dengan kamu semua. Ketika mengalami ketegangan pikiran, maka berpuasalah, atau ketika kamu menghadapi sesuatu yang kelihatannya buntu, maka tembuslah dengan puasa. Jadi kesimpulannya, otak kita memerlukan puasa. (bersambung)