Pinmas (Manado) – Sikap moderat dan inklusif Islam tercermin dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Umat Islam di Indonesia sekalipun mayoritas, namun tidak pernah memaksakan Islam sebagai dasar formal Negara Indonesia.
“Para founding fathers kita sejak awal menyadari bahwa Indonesia adalah bangsa yang plural dari segi agama dan budaya, karena itu mereka tidak mengingkinkan Islam sebagai dasar formal negara Indonesia,” kata anggota Wantimpres KH. Ahmad Hasyim Muzadi saat memberikan materi di acara Annual International Conference On Islamic Studies (AICIS) yang ke XV tahun 2015, Jum’at (04/09).
Dikatakannya, sekalipun sebuah negara berazaskan Islam atau berbentuk negara Islam, tidak secara otomatis nilai-nilai Islam dapat dilaksnakan secara baik dalam sistem kenegaraan.
Dengan tema “Membumikan Ajaran Isam Rahmatan Lil Alamin di Bumi Nusantara dalam Membangun Harmonitas Kehidupan Berbangsa dan Bernegara”, Hasyim Muzadi menjelaskan bahwa Pancasilalah yang sebagai dasar negara Indonesia, dan Pancasila mampu sebagai pemersatu bangsa yang plural, serta Pancasila adalah pilihan yang cerdas untuk menjaga keutuhan bangsa Indonesia.
Walau tidak berdasarkan agama secara formal, menurut Hasyim, Indonesia bukanlah negara sekuler, Indonesia adalah negara yang berketuhanan Yang Maha Esa, karena itu negara tidak hanya saja wajib memberikan perlindungan (proteksi) tetapi juga mengatur hubungan umat beragama tanpa melakukan intervensi terhadap ajaran teologis setiap agama.
“Dengan demikian agama akan terlindungi oleh negara,” terangnya.
Dijelaskan Hasyim, human rights (HAM) lahir pada tahun 1948, bahkan di negara Eropa yang ketika itu Sekuler, HAM tidak mendapatkan hambatannya, karena tidak adanya tata nilai di negara tersebut, maka bisa berjalan dengan humanitas tanpa harus membentur Teologi, Ritual dan Tata Nilai atau local wisdom (kearifan lokal).
Dikatakan Hasyim, di sebuah Negara sekuler hampir tidak memberi ruang bagi agama baik formal maupun subtansinya di dalam setiap produk hukum dan penyelenggaraan negara, oleh karena itu sering sekali sebuah negara sekuler menerapkan aturan hukum dan perundangan yang justru bertentangan dengan ajaran-ajaran agama yang ada di negara itu, misalnya dengan mengatasnakan keadilan hak asasi manusia.
”Human rights yang di bawa ke Indonesia sebenarnya sudah ada pada tata nilai atau local wisdom di Indonesia, tetapi ketika ada human rights yang baru dan kemudian menabrak berbagai macam tata nilai yang ada di Indoensia, maka akan menjadi masalah,” ucap Hasyim.
Menurut Hasyim, human rights harus selaras dengan harmoni, “kita memiliki Kebhinekaan tapi harus Tungal Ika, kita tida punya Keekaan yang ada Kebhinekaan oleh karena itu Human rights tidak merusak kebhinekaan harus ada keseimbangan dan HAM harus selaras dengan harmonie human dalam filosofih negara (Pancasila)”.
Hasyim yang merupakan mantan Ketua Umum PBNU juga mengatakan, bahwa prilaku hubungan antara agama dan negara tidak dapat terpisahkan. Moderasi merupakan salah satu jalan bagaimana kita tidak menghilangkan jati diri beragama dan tidak menjadi masalah bagi negara yang Berbhineka Tunggal Ika.
“Maka keputusan-keputusan negara baik bersifat filosofi seperti Pancasila atau Kontroksi Hukum seperti UUD 1945 atau Tata Laksana Hukum seperti Perundangan dan Peraturan-peraturan Negara, cukup memadai sebagai humanitas dan tidak bertentangan dengan teologi maupun ritual kita,” tutur Muzadi.
Dalam pandangan Muzadi, sudah dijelaskan di dalam membuat Undang-Undang Anti Korupsi, maka orang Islam tidak usah ngotot harus ada undang-undang Islam anti korupsi, karena anti korupsi itu sudah ajaran Islam dan agama lain pun tidak perlu mengatakan harus ada undang-undang agama lain anti korupsi, karena anti korupsi sudah ajaran agama yang lain juga.
“Nah titik temu ini yang harus kita pertahankan , titik temu dari semua ajaran agama yang melarang akan korupsi harus dipertahankan sebaik-baiknya sehingga didalam Kebhinekaan Bernegara menjadi nyata dalam pemikiran kita bersama,” tegas Hasyim.
“Maka tidak dipungkiri kerukunan umat beragama akan lestari dan terpelihara baik di Indonesia, manakala pemikran-pemikiran tersebut berangkat dari pemikran agama masing-masing dan tidak hanya berlaku pada satu saat saja atau karena politik-politik praktis yang berkepentingan di belakangnya,” imbuh Hasyim .
Diakhir penyampaian materinya, Hasyim menegaskan kembali bahwa Indonesia bukanlah negara teokrasi, juga bukan negara sekuler dalam arti yang sesungguhnya, sebaliknya Indonesia negara yang berdasarkan pada prinsip-prinsip Pancasila tutupnya. (rd/dm/dm).